Kembali ke atas

Al-qur'an Bukan Sekadar Hiasan Dinding, Tapi Pedoman Hidup Yang Hidup

 

Al-qur'an bukan sekadar hiasan dinding, tapi pedoman hidup yang hidup. Di banyak rumah Muslim, Al-Qur'an menempati posisi terhormat. Ia diletakkan di rak tertinggi, dibungkus dengan kain terbaik, dihiasi kaligrafi indah, atau dipajang sebagai pusat perhatian ruang tamu. Secara fisik, ia tampak dimuliakan. Namun, seringkali ada jurang yang menganga antara kemuliaan fisik itu dengan interaksi dan pengamalan nyata terhadap kandungannya. Al-Qur'an berisiko hanya menjadi simbol religius, hiasan estetis, atau benda keramat, bukan sebagai petunjuk hidup yang dijalani setiap hari.

Fenomena Hiasan Yang Memprihatinkan Dan Pengabaian Yang Tak Terelakkan

Bila kita lihat dengan mata kepala kita sendiri khususnya di perkampungan saya sendiri banyak al-quran dengan mushaf yang berjatuahan di makan usia, di lalui zaman, bagaikan kertas yang tak pernah di lihat bawah itu adalah sebuah mukjizat yang nyata, selain penomena al-quran usang yang berjatuhan, tak jarang banyak sekali kita jumpai al-quran hanya menjadi estetika mengalahkan substansi, Kecantikan sampul, keindahan kaligrafi, dan nilai seni mushaf menjadi fokus utama. Keasyikan memilih dan memajang al-Quran terkadang lebih besar daripada semangat untuk membuka, membaca, dan memahami isinya. Maka tak jarang al quran menjadi Sekadar Aksesoris Religius tanpa kita sadarai bahawa itu mukjizat yang dapat merubah hidup. Tak sedikit kita jumpai, Al-Qur'an hadir dalam berbagai bentuk misalnya kalung, gantungan kunci, hiasan dinding dengan ayat-ayat pilihan bahkan di jadikan jimat untuk pemakaian. Meski di sisi lain ada yang bertujuan baik, seringkali kebiasaan yang demikian menjadikan makna ayat-ayat itu sendiri tenggelam tanpa semangat untuk memahami apa yang di kandung di dalamnya, menjadikan al-Quran hanya menjadi ornamen tanpa pemaknaan mendalam. Al-Qur'an dianggap begitu suci namun cukup disimpan di tempat tinggi dan bersih, tetapi jarang disentuh, apalagi dibaca dan dikaji. Memiliki berbagai jenis al-quran terjemahan dan tafsir itu wajar dan tidak salah bahkan sangat bagus untuk menabah ilmu dan wawasan untuk femahaman bekal mempelajari makna yang terkandung di dalamnya, tetapi jangan sampai hanya menjadi pajangan buku semata seperti pustaka yang tak pernah laku sepi dari pembaca, sehingga pengetahuan tentang isi Al-Qur'an yang ada di dalam tafsir dan kitab tersebut tidak ditransformasikan menjadi perilaku, akhlak, atau pandangan hidup.

Ketika al quran hanya Pembacaan Ritualistik Tanpa Pemahaman

Tilawah dilakukan dengan indah, mengikuti kaidah tajwid, namun pemahaman terhadap makna ayat-ayat yang dilantunkan sangat minim, sehingga sebagimana pengalam saya di suatu pengajian bertema maulidan yang di dalamnya di lantunkan al-Quran, mustami yang mendengar lantunan tersebut meneriaki dengan kata "khoir-khoir alloh alloh " dan kata lain sebagainya dengan nada sedikit candaan, tanpa di sadari bahwa ada satu ayat yang menyentil perilaku tersebut sebagimana firmannya

 وَإِذَا قُرِئَ ٱلْقُرْءَانُ فَٱسْتَمِعُوا۟ لَهُۥ وَأَنصِتُوا۟ لَعَلَّكُمْ تُرْحَمُونَ 

(Al A'raaf 7:204) : Dan apabila dibacakan Al Quran, maka dengarkanlah baik-baik, dan perhatikanlah dengan tenang agar kamu mendapat rahmat. Maka dari kejadian tersebut bisa kita lihat dan amati, ini bisa jadi menandakan fokus mustami hanya pada keindahan suara dan bacaan, bukan pada pesan yang disampaikan.

Ketika Al-Qur'an hanya jadi hiasan, konsekuensinya sangat serius

Sudah bukan rahasia publik, kemerosotan Akhlak, nilai-nilai luhur seperti kejujuran, amanah, kasih sayang, keadilan, dan toleransi yang ditekankan dalam Al-Qur'an tidak terinternalisasi. Masyarakat bisa tampak religius secara simbolis tetapi rapuh dan runtuh secara moral. Identitas keislaman menjadi samar-samar islam tidak tergambar dalam prilaku yang islami, lebih banyak diwarnai oleh simbol dan budaya daripada pemahaman dan pengamalan ajaran inti. Ruang kosong dari pemahaman Al-Qur'an yang benar mudah diisi oleh penafsiran sesat, radikalisme, atau praktik bid'ah yang jauh dari esensi Islam. Al-Qur'an berisi petunjuk menyeluruh bagi kehidupan manusia, mengabaikannya berarti kehilangan panduan berharga dalam menghadapi kompleksitas masalah pribadi, sosial, ekonomi, dan politik. Perilaku umat Islam yang tidak mencerminkan ajaran Al-Qur'an yang rahmatan lil 'alamin justru menjadi bahan bakar bagi prasangka negatif terhadap Islam. Lalu apa yang menjadi akar permasalahan? Di antara yang menjadi akar permasalahan yang sering kita jumpai adalah Al-Quran hanya sekedar Ritual tanpa makna, praktik keagamaan terkadang terjebak pada rutinitas dan formalitas, kehilangan roh dan esensinya. Membaca Al-Qur'an menjadi kewajiban yang dicukupkan bukan kebutuhan untuk mencari petunjuk, memang betul dengan membaca al quran saja kita sudah mendapat pahal sebagai mana keterangan yang sudah tertera, yang mana kita mengetahuinya, tapi bukan berarti kita mengabaikan pemahaman akan makna sehingga kita malas akan mempelajari dan mentadaburi maknanya, yang mana dengan mentadaburi dan memahami hikmah dan maknanya adalah asabab untuk menjadikan al-Quran pedoman hidup yang nyata. Minimnya literasi agama juga salah satu alasan dari akar permasalahan, Pemahaman yang dangkal tentang Islam dan metode memahami Al-Qur'an, membuat umat kesulitan menggali makna dan konteks ayat-ayat quran, sehingga terasa jauh dari kehidupan nyata. Budaya dan tradisi, dalam beberapa budaya, penghormatan pada benda-benda suci terkadang lebih menekankan pada aspek fisik dan ritual tapi bukan berarti kita meninggalkan akan penghormatan karena penghormatan juga adalah hal sangt penting tapi yang menjadi sorotan adalah lebih ketika kita lupa akan pengamalan substansial. Kesibukan Duniawi, kesibukan akan hal dunia dan tuntutan kehidupan modern seringkali menyita waktu dan energi menjadikan kita lupa akan menyisakan sedikit ruang untuk kajian mendalam dan refleksi atas ajaran al-qur'an, hal ini sungguh di sayangkan seperti kejadian-kejadian yang sering terjadi kajian mingguan rutin para kiyai di kampung banyak sekali yang kosong akan mustami padahal di dalamnya sering kali mengkaji isi dari al quran itu sendiri, apakah itu fiqih, tauhid, ataupun tashowuf.

Mengembalikan Al-Qur'an pada Fungsinya: Dari Hiasan Menuju Pengamalan

Lalu apa solusinya?.. Sudah waktunya kita melakukan introspeksi dan transformasi, membaca dengan pemahaman (Tadabbur) Tidak hanya cukup membaca, tapi berusaha memahami maknanya, manfaatkan terjemahan dan tafsir yang kredibel untuk mentadabburi makna yang melahirkan hikmah darinya, begitu juga dalam bentuk pengamalan,  rujuklah kalam ulama tafsir begitu juga kaol ulama yang ahli di bidangnya, mulailah sedikit demi sedikit, satu ayat atau satu halaman, tapi dengan perenungan, menyelaraskan bacaan dengan tindakan jadikan setiap ayat yang dipahami sebagai cermin untuk mengevaluasi diri. Tanya diri kita apakah akhlak kita sudah sesuai dengan petunjuk-Nya?...Apakah transaksi kita halal?....Apakah sikap kita adil dan penuh kasih?...  Jadikanlah A-Qur'an sebagai referensi utama dalam menghadapi masalah, kebingungan, atau mencari solusi, biasakan merujuk kembali kepada Al-Qur'an. Kita bisa bertnya kepada diri kita sendiri "Apakah yang Allah firmankan tentang hal ini?" Ikuti kajian tafsir, baik offline maupun online, diskusikan pemahaman dengan orang lain yang memiliki pemahaman akan hal itu (para ulama) di kampung maupun di kota, karena ilmu tentang Al-Qur'an adalah lautan tak bertepi. Bentuk penghormatan tertinggi kepada Al-Qur'an bukan hanya pada merawat fisiknyanya saja, tetapi terutama pada menghidupkan ajaran-ajaran yang terkandung di dalamnya dalam keseharian kita.

Penutup Dan kesimpulan

Al-Qur'an bukanlah benda pusaka yang hanya disimpan rapi di museum hati atau rak rumah. Ia adalah Kalamullah, firman Allah yang hidup, yang diturunkan sebagai petunjuk (hudan), pembeda (furqan), dan obat (syifa) bagi manusia. Menjadikannya sekadar hiasan adalah pengkhianatan terhadap tujuan agung penurunannya. Mari kita jujur pada diri sendiri, sudah sejauh mana interaksi kita dengan Al-Qur'an melampaui batas fisik dan estetika? Sudahkah ia menjadi sahabat yang akrab yang membimbing setiap langkah kita? Ataukah ia masih menjadi tamu terhormat yang dipajang, tapi tidak benar-benar diajak bicara dan diikuti nasihatnya? Mari waktunya untuk mengambil mushaf membukanya bukan hanya untuk sekedar di baca, tetapi untuk dipahami, direnungkan, dihayati, dan diamalkan. Hanya dengan demikian, cahaya Al-Qur'an akan benar-benar menyinari hidup kita dan menjadi rahmat bagi semesta. Jangan biarkan Kitab Suci hanya menghiasi rumah kita, biarlah ia menghiasi dan membimbing hati serta perbuatan kita.
"Wallahualam Bishowab"
#KrisisPengamalanQuran #LiterasiAlQuran #QuranPedomanHidup #ReviveTheQuran #MuslimSejati

Komentar

Populer

Muqaddimah Kitab Masāʾil al-Jāhiliyyah

Mengenal Apa Yang Di Maksud Dengan Jahiliyah, Ahli Kitab, Dan Kaum Arab Yang Ummi Di Lengkapi Dengan Sejarah Serta Dalil

Kisah Nabi Muhammad ﷺ Menggembala Kambing dan Perjalanan ke Syam: Tanda-Tanda Kenabian Pertama