Muqaddimah Kitab Masāʾil al-Jāhiliyyah
🕌 Muqaddimah Kitab Masāʾil al-Jāhiliyyah karya Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab
Pendahuluan
Segala puji hanya milik Allah, Rabb semesta alam. Shalawat dan salam semoga tercurah kepada Nabi Muhammad ﷺ, keluarganya, para sahabat, dan siapa saja yang mengikuti petunjuknya hingga hari kiamat.
Mengenal Kitab "Syarah Masa'il al-Jahiliyyah" Karya Syaikh Shalih al-Fauzan
Muqaddimah: Latar Belakang Penulisan
Kitab "Syarah Masa'il al-Jahiliyyah" merupakan penjelasan (syarah) dari risalah pendek yang ditulis oleh Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab – seorang mujaddid (pembaharu) Islam – tentang berbagai permasalahan yang menjadi ciri khas masyarakat jahiliyah, baik dari kalangan Ahli Kitab maupun kaum musyrikin.
Kitab Masāʾil al-Jāhiliyyah ditulis oleh Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab رحمه الله sebagai peringatan kepada umat Islam agar tidak mengikuti jalan dan kebiasaan kaum Jahiliyyah yang menyelisihi ajaran para rasul. Dalam muqaddimahnya, beliau menjelaskan pentingnya mengenali sifat-sifat Jahiliyyah agar umat Islam dapat menjauhi dan tidak terjerumus ke dalamnya.
Tujuan Penulisan Kitab
Syaikh menjelaskan bahwa sebab penulisan kitab ini adalah karena Allah ﷻ memerintahkan kaum mukminin untuk menjauhi jalan orang-orang kafir dan ahli Jahiliyyah. Dalilnya adalah firman Allah:
1. Larangan Menyerupai Orang Kafir
ثُمَّ جَعَلْنَاكَ عَلَىٰ شَرِيعَةٍ مِّنَ ٱلۡأَمۡرِ فَٱتَّبِعۡهَا وَلَا تَتَّبِعۡ أَهۡوَآءَ ٱلَّذِينَ لَا يَعۡلَمُونَ(Kemudian Kami jadikan engkau berada di atas suatu syari’at dari urusan (agama), maka ikutilah syari’at itu dan janganlah engkau mengikuti hawa nafsu orang-orang yang tidak mengetahui).
a. Penjelasan Ayat QS. Al-Jāthiyah: 18
Ayat ini merupakan perintah langsung dari Allah SWT kepada Nabi Muhammad SAW, yang juga berlaku untuk seluruh umatnya.
· "Kemudian Kami jadikan engkau berada di atas suatu syari’at dari urusan (agama)"
· Ini menegaskan bahwa Allah telah menurunkan sebuah sistem hidup yang sempurna, lengkap, dan terperinci untuk diikuti. Syariat Islam adalah jalan yang jelas (sirāthan mustaqīm) yang membedakan seorang Muslim.
· "maka ikutilah syari’at itu"
· Perintah ini adalah perintah untuk berpegang teguh secara total kepada syariat Islam, baik dalam keyakinan (aqidah), ibadah, muamalah (interaksi sosial), maupun akhlak.
· "dan janganlah engkau mengikuti hawa nafsu orang-orang yang tidak mengetahui"
· Inilah poin kritisnya. "Hawa nafsu orang-orang yang tidak mengetahui" merujuk pada selain jalan Islam. "Orang-orang yang tidak mengetahui" adalah orang-orang kafir yang tidak memiliki ilmu wahyu dan petunjuk dari Allah. Mereka hanya berjalan berdasarkan akal, nafsu, tradisi, dan keinginan mereka yang seringkali menyesatkan.
b. Kaitannya dengan Larangan Menyerupai Orang Kafir atau jahiliyah (Tasyabbuh bil Kuffar)
Larangan menyerupai orang kafir adalah implikasi langsung dari ayat ini. Berikut penjabarannya:
· Mengikuti Syariat vs. Mengikuti Hawa Nafsu: Seorang Muslim dihadapkan pada dua pilihan: mengikuti syariat Allah yang jelas atau mengikuti hawa nafsu (yang diwujudkan dalam budaya, tren, dan ideologi) orang-orang kafir. Keduanya tidak bisa disatukan.
· Menjaga Identitas Keislaman: Menyerupai orang kafir dalam hal-hal yang menjadi ciri khas dan simbol kekufuran mereka berarti mengaburkan identitas keislaman. Ini dapat melemahkan keyakinan dan secara perlahan membuat seseorang tertarik kepada nilai-nilai non-Islam.
· Bentuk Ketaatan dan Pembeda: Ketaatan kepada perintah Allah mencakup perintah untuk menjadi berbeda dan terlihat sebagai seorang Muslim. Ini adalah bentuk kebanggaan pada agama dan syariat yang Allah turunkan.
2. Peringatan Agar Tidak Mengikuti Jalan Mereka
ثُمَّ أَوۡحَيۡنَآ إِلَيۡكَ أَنِ ٱتَّبِعۡ مِلَّةَ إِبۡرَٰهِيمَ حَنِيفٗا وَمَا كَانَ مِنَ ٱلۡمُشۡرِكِينَ(Kemudian Kami wahyukan kepadamu (Muhammad), “Ikutilah agama Ibrahim yang lurus, dan dia tidak termasuk orang-orang musyrik.”)
Ayat ini, adalah salah satu dasar Al-Qur'an yang sangat kuat yang memerintahkan untuk mengikuti millah (jalan) Ibrahim dan sekaligus memberikan peringatan agar tidak mengikuti jalan orang-orang musyrik dan jahiliyah.
Berikut adalah penjelasan mendalam tentang ayat tersebut:
a. Penjelasan singkat Ayat QS. An-Nahl: 123
· "Kemudian Kami wahyukan kepadamu (Muhammad), 'Ikutilah agama Ibrahim yang lurus...'"
· Kata kunci di sini adalah "hanif" (حَنِيفًا). Hanif berarti condong kepada kebenaran, lurus, dan jauh dari kesyirikan. Ini menunjukkan bahwa agama Ibrahim adalah agama tauhid murni yang menyembah Allah saja tanpa sekutu.
· Perintah untuk "mengikuti millah Ibrahim" bukan berarti membawa syariat baru yang berbeda dari yang diturunkan kepada Nabi Muhammad, tetapi menegaskan kesatuan dan kesinambungan risalah tauhid dari Ibrahim hingga Muhammad SAW. Islam yang dibawa Nabi Muhammad adalah perwujudan sempurna dan penyempurnaan dari millah Ibrahim yang asli.
· "...dan dia (Ibrahim) tidak termasuk orang-orang musyrik."
· Ini adalah peringatan sekaligus pembeda yang sangat jelas. Allah menyifati Ibrahim dengan sifat bara'ah (berlepas diri) secara total dari kemusyrikan dan para pelakunya.
· Kalimat ini secara implisit berarti: "Jika engkau (Muhammad dan umatnya) mengikuti Ibrahim, maka konsekuensinya adalah kalian juga harus berlepas diri dari kemusyrikan dan orang-orang musyrik, sebagaimana Ibrahim berlepas diri."
b. Peringatan agar Tidak Mengikuti Jalan Orang Kafir/Jahiliyah
Ayat ini mengandung peringatan yang sangat tegas untuk tidak mengikuti jalan orang musyrik (kafir) dengan dua cara:
1. Perintah Positif (Amr): "Ikutilah millah Ibrahim."
2. Peringatan Negatif (Nahy): "Ibrahim bukanlah orang musyrik."
Kombinasi ini dalam ushul fikih berarti: "Ikutilah ini, dan janganlah kalian mengikuti itu." Jadi, perintah untuk mengikuti millah Ibrahim secara otomatis mengandung larangan untuk mengikuti millah orang-orang musyrik.
c. Siapa "Orang-Orang Musyrik" yang Dimaksud?
Pada konteks turunnya ayat, "orang-orang musyrik" merujuk langsung kepada kaum Quraisy di Mekah yang menyekutukan Allah. Namun, maknanya bersifat universal dan berlaku untuk semua zaman.
Orang-orang musyrik adalah:
· Siapa saja yang menyekutukan Allah dalam rububiyyah, uluhiyyah, atau asma' wa shifat-Nya.
· Siapa saja yang membuat aturan, hukum, atau sistem hidup yang bertentangan dengan syariat Allah, karena itu adalah bentuk penyekutuan dalam kepatuhan (thaghut).
· Siapa saja yang menjadikan hawa nafsu, ideologi, atau tradisi nenek moyang sebagai tuhan yang diikuti secara membabi buta, melebihi ketaatannya kepada Allah dan Rasul-Nya. Inilah esensi dari jahiliyah modern.
Ayat ini mengajarkan kita beberapa pelajaran penting:
· Kewajiban Bertauhid dan Berlepas Diri dari Syirik: Seorang Muslim harus komitmen pada tauhid dan secara aktif berlepas diri dari segala bentuk kemusyrikan, baik yang jelas (seperti menyembah berhala) maupun yang samar seperti riya' (musyrik khofi atau musyrik kecil) atau mengikuti hukum buatan manusia yang menentang hukum Allah.
· Menjaga Kemurnian Akidah dan Ibadah: Kita diperintahkan untuk mencontoh Ibrahim yang membersihkan ibadahnya hanya untuk Allah. Ini berarti kita harus waspada dari mencampuradukkan ibadah dengan ritual-ritual atau keyakinan yang berasal dari agama lain.
· Kritis terhadap Arus Pemikiran: Millah Ibrahim adalah jalan lurus yang telah ditetapkan Allah. Sedangkan jalan orang-orang musyrik/kafir adalah jalan yang berdasarkan hawa nafsu dan kebodohan (jahiliyah). Seorang Muslim harus kritis dan tidak boleh serta-merta mengadopsi setiap tren, budaya, atau ideologi yang datang dari peradaban non-Islam tanpa menyaringnya dengan nilai-nilai Islam.
3. Larangan Tasyabbuh (Menyerupai Mereka)
Rasulullah ﷺ bersabda:
«مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ»(Barangsiapa menyerupai suatu kaum, maka dia termasuk golongan mereka).
Hadits ini memberikan peringatan yang sangat keras. Meniru-niru orang kafir bukan hanya perkara gaya hidup biasa, tetapi bisa menyangkut iman dan identitas. Jika seseorang dengan sengaja meniru ciri khas orang kafir, dikhawatirkan hatinya akan condong kepada mereka dan lambat laun mewarisi keyakinan serta perilaku mereka.
Apa Saja yang Termasuk "Penyerupaan" yang Dilarang?
Ulama membagi penyerupaan yang dilarang menjadi beberapa kategori:
a. Dalam Hal Akidah dan Ibadah: Ini adalah tingkat yang paling berbahaya dan jelas haram Bahkan bisa menjerumuskan kepada kekufuran. Contoh: merayakan hari raya keagamaan mereka (seperti Natal, Nyepi, Waisak), melakukan ritual pemujaan mereka, atau meyakini konsep ketuhanan mereka.
b. Dalam Hal Ciri Khas dan Simbol: Meniru hal-hal yang menjadi simbol agama atau budaya mereka. Contoh: memakai salib, memakai pakaian khas pendeta (seperti jubah dan kerah roma).
C. Dalam Hal Tradisi dan Gaya Hidup yang Buruk: Meniru kebiasaan buruk yang menjadi ciri masyarakat mereka. Contoh: meniru model pakaian yang tidak sopan dan membuka aurat, mencontek gaya hidup hedonis dan materialistis, atau mengadopsi perayaan-perayaan sekuler yang bertentangan dengan nilai Islam (seperti Valentine's Day yang berlatarkan kultus dewa dan budaya free sex).
4. Mengenali kebatilan:
Agar umat Islam dapat mengenali kesesatan dan penyimpangan yang dilakukan oleh masyarakat jahiliyah.
5. Menjauhi kesesatan:
Dengan mengenalinya, umat Islam dapat menghindari dan menjauhi segala bentuk kemungkaran yang masih mungkin terjadi di zaman sekarang.
6. Mensyukuri nikmat Islam:
Dengan memahami kesesatan jahiliyah, kita semakin menyadari betapa agung dan sempurnanya nikmat Islam.
Pentingnya Mengetahui Jalan Kaum Jahiliyyah
Syaikh al-Fauzan menegaskan bahwa mempelajari masalah-masalah jahiliyah bukan berarti kita hidup di zaman jahiliyah lagi. Setelah diutusnya Nabi Muhammad ﷺ, kesesatan global (al-jahiliyyah al-'ammah) telah berakhir. Namun, kesesatan parsial (al-jahiliyyah al-juz'iyyah) masih mungkin terjadi pada individu, kelompok, atau daerah tertentu.
Beliau mengutip perkataan Umar bin Khattab radhiyallahu 'anhu:
كَادَتْ رُطَنُّاتُ الْإِسْلَامِ أَنْ تَنْحَلَّ رطنة رطنة، حِيْنَ نَشَأَ فِي الْإِسْلَامِ مَنْ لَا يَعْرِفُ الْجَاهِلِيَّةَ"Hampir saja ikatan Islam terlepas satu persatu, apabila dalam Islam tumbuh generasi yang tidak mengenal jahiliyah."
Makna Kalimat
Kalimat tersebut mengandung pesan peringatan yang sangat kuat tentang pentingnya memahami sejarah dan akar identitas kaum jahiliyah.
1. "Hampir saja ikatan Islam terlepas satu persatu..."
· "Ikatan Islam" (حبل الإسلام, hablul Islam) merujuk pada prinsip-prinsip, keyakinan (aqidah), syariat, dan nilai-nilai yang menyatukan umat Islam.
· "Terlepas satu persatu" menggambarkan proses kemunduran yang perlahan dan tidak disadari. Seseorang tidak serta-merta meninggalkan Islam sekaligus, tetapi mulai longgar dalam menjalankan perintah agama, meragukan ajarannya, atau mengadopsi nilai-nilai yang bertentangan dengannya, sedikit demi sedikit.
2. "...apabila dalam Islam tumbuh generasi yang tidak mengenal jahiliyah."
· "Tidak mengenal jahiliyah" adalah inti dari peringatan ini. "Jahiliyah" (ٱلْجَاهِلِيَّة) bukan hanya berarti masa sebelum Islam di Arabia, tetapi lebih luas lagi merujuk pada sistem nilai, pemikiran, dan perilaku yang bertentangan dengan ajaran Islam; kebodohan spiritual, kesewenang-wenangan, penyembahan hawa nafsu, dan ketiadaan petunjuk Ilahi.
· "Tidak mengenal" di sini berarti tidak mempelajari, tidak memahami, atau bahkan menganggap remeh bagaimana bahaya dan kesesatan zaman jahiliyah itu.
Maka, mempelajari jahiliyah adalah benteng agar kita tidak terjerumus ke dalamnya, terlebih lagi setan dan para pengikutnya terus berusaha menghidupkan kembali nilai-nilai jahiliyah di tengah masyarakat muslim.
Syaikh berkata (maknanya): “Seorang mukmin wajib mengenal perkara-perkara yang diikuti oleh kaum Jahiliyyah, yang diselisihi oleh Rasulullah ﷺ, agar tidak terjatuh ke dalamnya.”
Hal ini berdasarkan sabda Nabi ﷺ:
Hadis Hudzaifah tentang Bahaya Jahiliyyah
«كَانَ النَّاسُ يَسْأَلُونَ رَسُولَ اللَّهِ ﷺ عَنِ الْخَيْرِ، وَكُنْتُ أَسْأَلُهُ عَنِ الشَّرِّ مَخَافَةَ أَنْ يُدْرِكَنِي»(Orang lain biasa bertanya kepada Rasulullah ﷺ tentang kebaikan, sementara aku bertanya kepada beliau tentang keburukan karena aku khawatir akan menimpaku).
— HR. al-Bukhari no. 3606, Muslim no. 1847
Hadis ini menunjukkan pentingnya mengetahui keburukan agar seorang muslim dapat menjauhinya.
Ringkasan Muqaddimah
Dari penjelasan ini, kita memahami bahwa:
1. Allah ﷻ memerintahkan agar kita mengikuti syariat-Nya dan tidak mengikuti hawa nafsu orang-orang Jahiliyyah.
2. Rasulullah ﷺ memperingatkan agar tidak menyerupai orang kafir dalam akidah, ibadah, maupun adat istiadat.
3. Mengetahui jalan kebatilan adalah bagian dari menjaga keimanan agar tidak tergelincir.
Oleh karena itu, Syaikh Muhammad bin Abdul Wahhab رحمه الله menulis kitab Masāʾil al-Jāhiliyyah yang menghimpun 128 perkara Jahiliyyah yang diselisihi oleh Nabi ﷺ, sehingga menjadi panduan agar umat Islam tidak terjerumus dalam kesyirikan, kebid’ahan, dan kesesatan.
📌Lanjut Baca>>

Komentar
Posting Komentar
Kritik dan saran silahkan lampirkan komentar anda